Senin, 26 Agustus 2013

Penggunaan Obat yang Kurang Rasional



Tahukah kamu? Hidup yang sehat sebagai hak azasi manusia diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan kesehatan dan itu termasuk dalam penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari upaya kesehatan yang harus dilakukan olehsemua  tenaga kesehatan yang memiliki etika & moral yang tinggi, dengan pengetahuan & keterampilan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan kualitasnya.
Pada kenyataannya, penggunaan obat yang kurang rasional masih banyak dijumpai dalam pelayanan kesehatan sehari-hari didalam kehidupan kita loh, mulai dari praktik dokter, balai pengobatan, puskesmas, sampai di rumah sakit.
Yang digolongkan pemakaian obat yang kurang rasional antara lain adalah pemakaian obat secara berlebihan baik dalam jenis maupun jumlah dosis, indikasi pemberian obat yang tidak jelas, tatacara pemakaian atau penggunaan yang tidak tepat, kombinasi berbagai obat yang berisiko tinggi, penggunaan obat mahal sementara masih banyak obat sejenis yang lebih murah, & penggunaan jenis obat suntik & infus yang tidak perlu.
Tujuan pengobatan secara umum adalah untuk mengobati tanpa meninggalkan efek samping atau dengan efek samping seminimal mungkin, juga dengan harga obat yang terjangkau & mudah didapat masyarakat. Dalam praktik sehari-hari yang dipengaruhi oleh banyak faktor, tujuan pengobatan tersebut sering tidak tercapai. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemberian obat kurang rasional antara lain:
a)      Kurangnya pengetahuan dari tenaga kesehatan dalam ilmu obat-obatan.
b)      Adanya kebiasaan dokter meresepkan jenis atau merk obat tertentu.
c)      Kepercayaan masyarakat terhadap jenis atau merk obat tertentu.
d)     Keinginan pasien yang cenderung ingin menggunakan obat tertentu, dengan sugesti menjadi lebih cepat sembuh.
e)      Adanya sponsor dari industri farmasi tertentu.
f)       Pemberian obat berdasarkan adanya hubungan baik perorangan dengan pihak dari industri farmasi.
g)      Adanya keharusan dari atasan dalam suatu instansi atau lembaga kesehatan untuk meresepkan jenis obat tertentu.
h)      Informasi yang tidak tepat atau bias, sehingga pemakaian obat menjadi tidak tepat.
i)        Beban pekerjaan yang terlalu berat sehingga tenaga kesehatan menjadi tidak sempat untuk berpikir mengenai rasionalitas pemakaian obat.

Adanya keterbatasan penyediaan jenis obat di suatu instansi atau lembaga kesehatan tertentu, sehingga jenis obat yang diperlukan untuk suatu penyakit justru tidak tersedia, sehingga memakai obat yang lain.
Penggunaan obat yang kurang rasional atau tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Adanya berbagai efek dari tiap jenis obat dapat menimbulkan efek interaksi obat di dalam tubuh yang dapat merugikan ataupun membahayakan apabila pemakaian obat diberikan dalam jumlah jenis yang melebihi batas.
Sebagai contoh, apabila kita diberikan 3 jenis obat maka akan didapatkan adanya 3 macam jenis interaksi obat, namun apabila diberikan 5 jenis obat akan menghasil kurang lebih 10 macam interaksi obat yang mempunyai resiko tinggi bagi pemakai.
Pemakaian obat suntik serta infus yang kurang rasional juga banyak ditemukan di lapangan, terutama pada sarana kesehatan tingkat dasar seperti puskesmas ataupun dokter praktik swasta di daerah dengan ruang lingkup komunitas masyarakat menengah ke bawah. Adanya kepercayaan yang berakar pada masyarakat berpendidikan rendah yang merasa belum diobati apabila belum diberikan obat suntik. Jenis infus yang jenisnya terbatas & tersedia pada sarana kesehatan seperti puskesmas juga menyebabkan penggunaan infus menjadi tidak tepat.
Adanya berbagai media informasi (media cetak, televisi, radio, internet, dst) juga memberikan efek kurang baik yang menyebabkan masyarakat menggampangkan memakai obat seperti obat pengurang nyeri atau penurun panas yang tidak tepat indikasi pemakaiannya. Seperti karena adanya beban pekerjaan, maka seseorang dengan gampang menggunakan obat pengurang nyeri karena merasa sedikit nyeri kepala. Begitupun bagi para ibu rumah tangga yang cepat merasa khawatir apabila ada anaknya yang demam, maka dengan cepat mereka diberikan obat penurun panas.
Penggunaan obat antibiotik pada praktik pelayanan kesehatan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu pengobatan suatu penyakit berdasarkan pedoman dosis & cara tertentu, & ada juga yang menggunakan dosis berdasarkan pengalaman sehari-hari.
Adanya kekebalan & tingkat infeksi kuman yang meningkat, menyebabkan dosis pengobatan biasanya lebih tinggi dari pada yang seharusnya. Ditambah pula dengan adanya kemajuan teknologi farmasi yang mengembangkan antibiotik menjadi beberapa generasi & terus berkembang sampai sekarang.
Banyak dokter praktik swasta sekarang yang merangkap menjadi pemasar dari perusahaan farmasi tertentu atau mengikuti keanggotaan Multi Level Marketing (MLM) kesehatan. Umumnya, produk yang dijual adalah suplemen makanan (food supplement) atau multivitamin. Pemakaian suplemen makanan ataupun multivitamin ini menjadi tidak rasional tatkala pemberian tidak berdasarkan indikasi, atau karena harga yang dikenakan cukup mahal, kadangkala malah jauh lebih mahal daripada obat yang justru penting diberikan untuk penyakitnya.
Pada beberapa kasus, perusahaan farmasi yang menjadi sponsor penyelenggaraan kegiatan ilmiah, kadang dianggap berhubungan dengan kebijakan pelayanan kesehatan yang menjadi terikat pada ‘hubungan’ tenaga kesehatan dengan perusahaan farmasi tersebut. Keengganan menuliskan resep obat generik oleh kebanyakan dokter karena intervensi perusahaan farmasi seperti inilah yang membuat masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi kadang harus membayar lebih mahal untuk obat yang seharus dapat dibeli dengan murah.
Di puskesmas daerah yang sangat terpencil & sangat sulit dijangkau karena medan yang sulit ditempuh oleh pegawai dinas kesehatan, kadang pasokan obat-obatan tidak terjamin dengan lancar, karenanya pegawai puskesmas hanya memberikan obat-obatan yang hanya tersedia kepada pasien yang berobat, walaupun indikasi pemakaiannya tidak tepat.
Menilik banyaknya permasalahan, diusulkan alternatif pemecahan masalahnya:
Tenaga kesehatan didorong mengikuti forum-forum ilmiah mengenai penggunaan obat rasional untuk menambah wawasan serta ilmu pengetahuan tenaga kesehatan mengenai obat. Seperti kita ketahui, pengobatan akan memberikan efek pokok, efek samping, efek yang tak terduga & efek racun. Karenanya menambah wawasan soal ini merupakan suatu keharusan mengingat kemungkinan risiko yang akan ditimbulkan.
a)      Membatasi penggunaan obat suntik ataupun pemberian infus yang tidak perlu.
b)      Menghimbau kepada pemerintah untuk membantu membatasi iklan di media massa yang ‘menghasut’ konsumen untuk menggunakan obat bebas tertentu yang dalam jangka panjang mempunyai efek samping yang kurang baik untuk kesehatan.
c)      Pemberian suplemen makanan atau multivitamin hanya apabila tenaga kesehatan merasa pasien memang memerlukannya. Misalnya pada pasien kencing manis diberikan makanan yang tidak mengandung glukosa. Sebaiknya tenaga kesehatan juga melihat keadaan ekonomi si pasien, mengingat harga suplemen makanan umumnya mahal.
d)     Mendorong kebiasaan untuk menulis resep obat generik, mengingat harga obat generik yang terjangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat.
e)      Meminta pemerintah untuk memperbanyak publikasi mengenai penggunaan obat rasional, yang dipasang di tempat umum & sarana kesehatan. Juga mengharuskan tenaga kesehatan untuk mengikuti seminar/pelatihan mengenai penggunaan obat yang rasional disertai ‘punish & reward’ dalam pelaksanaannya.

disini saya dapat menyimpulkan bahwa penggunaan obat yang rasional merupakan hal yang seharusnya dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan, dengan mengingat kalau nanti akan terjadi kesalahan dalam pengobatan. Pengobatan dengan obat yang kurang tepat indikasinya atau harga yang lebih mahal dari yang seharusnya hanya akan memberatkan pasien.

Dilarang Mencontek



Di dalam kehidupan kita ini, banyak aktivitas insan manusia yang dilakukan untuk mengisi kehidupan mereka. Baik aktivitas untuk memenuhi kebutuhan rohani maupun aktivitas untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Ada yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Namun kenyataan yang sebenarnya, banyak insan manusia yang cenderung memilih untuk berbuat negatif dalam perilaku kehidupannya. Salah satu diantaranya berasal dari kalangan pelajar di dunia ini. Seperi apabila mereka mendapat tugas ataupun saat ulangan maupun ujian, kebanyakan tetapi tidak keseluruhan dari mereka membudayakan kegiatan menyontek.
Di kalangan para pelajar saat ini, mereka justru berfikir cepat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dengan mencontek. Padahal kegiatan itu sebenarnya membangun karakter yang tidak baik. Apalagi jika kegiatan itu di budidayakan dalam setiap perbuatan, maka tak salah lagi jika mereka justru kian sulit meninggalkan kegiatan tersebut dan menjadikan sebuah kebiasaan yang sulit untuk di lepaskan saat beraktivitas seperti  ujian atau ulangan.
Sebenarnya mencontek itu di dasari oleh beberapa faktor. Antara lain karena faktor terpaksa. Para pencontek-pencontek ulung tersebut terpaksa mencontek karena mungkin dia menginginkan untuk mendapat nilai bagus. Ada pula faktor lain yang melatarbelakangi mencontek, yaitu karena mereka telah terbiasa dengan kegiatan itu. Padahal mencontek itu adalah kebiasaan yang buruk. Namun, di kehidupan ini justru mencontek kian marak di kalangan pelajar. Seperti mencontek pekerjaan rumah atau yang biasa disebut dengan PR maupun tugas-tugas yang diberikan oleh Bapak Ibu Guru disekolah, serta mencontek saat Ujian Nasional berlangsung.
Banyak kasus yang sering beredar di kalangan remaja pelajar, salah satunya yaitu mencontek. Bahkan prosentase mencontek pada saat Ujian berlangsung kian membengkak tiap tahunnya. Apabila kegiatan ini terus berkembang di kalangan pelajar kita, maka bagimana keadaan pendidikan di Negara ini selnjutnya ?
Menurut ajaran agama, mencontek sama halnya seperti mencuri. Padahal, mencuri itu adalah hal yang dilarang, bahkan diharamkan oleh ajaran agama karena mengakibatkan korban menderita atau kerugian kapada orang lain. Begitupun juga dengan mencontek. Jadi pada dasarnya, mencontek itu adalah kegiatan menyalin hasil pekerjaan orang lain dan mencuri hasil pekerjaan orang lain tanpa seizin pemiliknya.
     Apabila kondisi demikian masih berlanjut, anak cucu kita mungkin akan kehilangan identitas bangsanya yang jujur, serta bekerja dalam menghasilkan sesuatu yang melalui jalan yang licik . Di Indonesia pada saat ini, sangat membutuhkan generasi baru yang jujur dan bertanggung jawab. Karena, kehidupan bangsa dan negara saat ini penuh dengan coretan keburukan, seperti maraknya korupsi, penyuapan, penggelapan uang Negara, dan masih banyak lagi. Maka dari itu, mulailah hidup tanpa mencontek, budayakanlah kejujuran. Agar bangsa dan Negara ini menjadi Negara yang jujur.

Pudarnya Kebudayaan Nasional oleh Kebudayaan Asing


Saat ini sangat banyak sekali perubahan kebudayaan yang terjadi di masyarakat kita, seperti perubahan dari mental simpatik menjadi antipatif, dari nilai–nilai yang dihayati seperti kebudayaan  menjadi sebuah beban perkembangan zaman. Inilah menurut saya makhluk modern yang menamakan dirinya globalisasi. Globalisasi sangat berpengaruh dengan suatu keadaan dalam perkembangan seperti melalui tekhnologi yang diluncurkan saat ini yang beredar luas kedalam kebiasaan kita dan berpengaruh pula pada kebudayaan yang kita miliki.
Sebuah kebudayaan nasional dalam perkembangannya selalu berkutat pada masalah apresiasi masyarakat dan pelestariannya. Membicarakan kedua masalah tadi akan menuju satu masalah pokok yaitu waktu. Waktu dalam hal kebudayaan sesungguhnya mempunyai dua arti penting. Pertama, kebudayaan daerah akan berkembang ketika masyarakat sekitar memperlakukan kebudayaan daerah mereka sendiri seperti barang berharga yang harus dijaga. Kedua, kebudayaan daerah dianggap biasa saja, yang mereka pikir kebudayaan itu hanya akan menjadi bahan ajar dalam buku sejarah, sehingga lama kelamaan akan pudar bahkan hilang.
Perkembangan zaman yang modern mau tidak mau akan berbenturan dengan kebudayaan daerah yang kita miliki. Masuknya budaya asing ke dalam negeri membuat kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan daerah menjadi berkurang bahkan tidak ada sama sekali.
Perubahan kebudayaan yang terjadi di masyarakat kita, yakni perubahan dari mental simpatik menjadi antipatif, dari nilai–nilai yang dihayati menjadi sebuah beban perkembangan zaman. Inilah menurut saya makhluk modern yang menamakan dirinya globalisasi.
Kebudayaan kita yang cenderung mengarah kepada kebudayaan luar, entah itu baik atau buruk yang penting dianggap sebagai manusia modern yng menjunjung globalisasi. Misalnya, setiap hari kita disuguhi tayangan TV yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran televisi yang ditangkap dari parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adakah kesenian atau budaya daerah kita yang nampak?
Faktanya, jarang sekali siaran televisi Indonesia menyiarkan tentang kebudayaan Indonesia. Fakta yang demikian memberikan bukti bahwa negara–negara lain lebih berhasil memasarkan budaya mereka sendiri dibanding kita. Coba kita balik, adakah masyarakat Amerika yang kecanduan menyanyi campursari atau berkawih Jawa, justru bangsa kita yang menelan mentah–mentah budaya mereka. Lalu dimanakah kebudayaan Indonesia berada? Apakah hanya dibuku sejarah?
     Peristiwa seperti itu akan berpengaruh terhadap keberadaan kebudayaan daerah kita.  Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khazanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Pada saat bangsa lain maju dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, seharusnya kita memanfaatkan potensi yang ada, misalnya menjadi negara yang pandai melestarikan budaya.
     Apabila kondisi demikian masih berlanjut, anak cucu kita mungkin akan kehilangan identitas bangsanya sendiri. Saya berharap ada orang Indonesia yang meniru negara lain dalam memasarkan kebudayaannya. Misalnya dengan membuat game yang mengisahkan kerajaan–kerajaan di Indonesia. Seperti halnya Amerika dengan game bergaya modernnya.
     Ada lagi negara Jepang, dengan banyaknya film kartun dan komik yang mengisahkan tokoh–tokoh Jepang mengenai orang–orangnya yang sakti. Kita dapat membuat film kartun dan komik tentang kebudayaan yang ada di Indonesia dengan tokoh orang–orang Indonesia yang juga sakti-sakti seperti Wira Sableng atau tokoh-tokoh wayang yang mempunyai kekuatan melebihi manusia biasa. Jika hal ini dilakukan, hal-hal berbau modern tidak lagi menjadi beban, tetapi sebagai alat untuk melestarikan dan mendampingi kebudayaan nasional. Sehingga kebudayaan nasional kita tidak akan pudar oleh kebudayaan dari luar.

Narkoba dan Generasi Muda



Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya yang telah beredar dimasyarakat perkotaan maupun di pedesaan, termasuk bagi aparat hukum. Selain Narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan RI adalah NAPZA yaitu singkatan dari Narkotika, Pasikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko yang oleh masyarakat disebut berbahaya yaitu adiksi atau kecanduan.
Narkoba atau NAPZA merupakan zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh, terutama susunan syaraf pusat sehingga apabila disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, jiwa dan kehidupan bersosial. Karena itulah Pemerintah melarang keras beredarnya Narkoba ini.
Mengapa NAPZA dikategorikan berbahaya?
Pertama Narkotika, Narkotika adalah zat yang berasal dari tanaman atau buatan yang apabila dikonsumsi tidak sesuai prosedur akan menyebabkan perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa sakit dan dapat menimbulkan ketergantungan pada penggunanya. Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin, petidin, termasuk ganja, mariyuana, hashis dan kokain.
Lalu Psikotropika, Psikotropika adalah zat alami maupun sintetis yang berdampak aktif terhadap kejiwaan karena pengaruhnya di susunan syaraf pusat, sehingga dapat menimbulkan perubahaan tertentu pada aktivitas mental dan perilaku pengguna. Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD dan Mushroom.
Sedangkan Zat adiktif lainnya disini adalah zat yang bukan Narkotika & Psikotropika seperti alkohol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup maupun zat pelarut.
Begitu banyak zat-zat berbahaya seperti dia atas yang beredar saat ini, entah sampai kapan trend menggunakan zat terlarang ini berlanjut. Padahal bergitu banyak dampak negatif yang ditimbulkannya, contoh kecilnya saja seorang siswa yang diberikan uang oleh orang tuanya untuk membayar SPP karena telah ketergantungan dengan Narkoba akan mempergunakan uang itu untuk membeli zat terlarang tersebut, ini jelas-jelas salah, uang yang seharusnya digunakan untuk ibadah dalam menuntut ilmu telah berpindah ke tangan yang salah.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi pemakaian narkoba di kalangan remaja ini. Pertama, hilangnya makna hidup. Mereka ingin selalu dianggap eksis di tengah pergaulan, sehingga seringkali mengikuti trend serta gaya hidup lingkungan tempat mereka bergaul, yang belum tentu berpijak pada prinsip yang baik. Mereka khawatir terisolasi dari dunia pergaulan, ketika tetap berpegang teguh pada aturan-aturan normatif, serta memeluk erat nilai-nilai tradisional.
Kedua, minimnya komunikasi dalam keluarga maupun di tengah masyarakat sekitar. Hal negatif dari hubungan antarmanusia yang tidak harmonis akan melahirkan rasa sepi, sendiri, meski mereka berada di tengah keramaian. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan berdampak buruk bagi perkembangan mental dan jiwa mereka. Dalam kondisi demikian, siapapun akan rentan untuk terjerumus ke dalam perilaku negatif.
Ketiga, munculnya rasa bosan menjalani hidup. Gabungan dari hilangya makna hidup serta hubungan interpersonal yang tidak lagi hamonis mengakibatkan para pelajar yang masih usia remaja mengalami tekanan batin berupa rasa bosan. Pada akhirnya, rasa bosan ini membawa mereka untuk lari dari kenyataan hidup yang dihadapinya.
Nah setelah mengetahui faktor yang melatarbelakangi pemakaian Narkoba, diharapkan kita tidak larut dalam trend pergaulan yang menyesatkan itu. Dan bagi mereka yang sudah tercebur ke dalam dunia narkoba, diharapkan dapat kembali sadar akan arti penting kehidupan ini, yang amat sayang jika digadaikan dengan kesenangan yang sesaat.
Maka dari itu, janganlah kita mendekati narkoba di saat keadaan yang mepet sekalipun. Marilah kita rangkul teman-teman kita yang sudah terlanjur masuk dalam lingkaran narkoba untuk bangkit keluar dari jerat narkoba.